Senin, 29 November 2010

BIARKAN AKU JADI “THE BEST OF MOESLEM” (Yenita Tri Risqi H. )


Seorang anak perempuan SMP memasuki ruang kelas 9A. Suasana ruang kelas saat itu sangat gaduh, menggambarkan kalau tak satu makhluk pun yang absen di hari itu. Dengan langkah gontai, gadis itu hampir saja menabrak meja yang ada di hadapannya. Perawakannya pendek, kulitnya sawo matang dan rambut cekaknya yang tomboy terkesan sedikit berantakan. Tetapi masih nampak kesan cute pada penampilan gadis kecil itu.
” Kenapa sich kamu, Za? kok kayaknya lesu banget, nggak biasanya deh kamu kayak gini!” Fachrul yang sedari tadi memperhatikan gerak-gerik Faiza sudah tidak sabar melampiaskan rasa penasarannya. Faiza hanya diam saja, seakan tak mendengar pertanyaan yang baru dilontarkan temannya itu. Dilemparkannya tas ransel miliknya itu pada kursi yang biasa ia tempati.
”Aku lagi males,Rul!”jawab Faiza singkat. Tiba-tiba Fachrul menyebelahi Faiza. Tetapi cowok alim itu tetap menjaga jarak dengannya. Faiza sedikit merasa canggung.
”Males kenapa? Apa kamu nggak punya duit? Atau kamu tadi dijailin lagi sama Fian and the genk?”tanya Fachrul penuh antusias.
Faiza tersenyum simpul. Lalu Fachrul melanjutkan pembicaraannya.
”Mendingan kamu pake jilbab aja deh, Za! Mungkin kamu akan lebih dihargai sama temen-temen cowok kita. Mungkin mereka ngejailin kamu karena gayamu yang tomboy. Jadi mereka nganggap kamu layaknya cowok bukan cewek. So kamu yang dikerjain sama mereka”, lanjut Fachrul.
” Pernah sih kepikiran kayak gitu. Tapi ntar aja kal udah SMA”, jawab Faiza
”Kenapa mesti nunggu SMA kenapa nggak sekarang? Beribadah itu jangan ditunda-tunda, Non !”timpal Fachrul sok menasehati.
”Nanggung tau! Aku nggak punya duit buat beli seragam panjang. Lagian aku juga udah nazar kok. Kalo lulus SMP nanti aku akan pake jilbab.”
”Okelah kalo begitu, pasti aku dukung!” sambung Fachrul dengan antusias.
”Ehhmm,thank’s ya! Btw, tumben cowok sealim kamu care kayak gini sama cewek? Apalagi itu sama aku?” tanya Faiza heran.
”E....nggak kok, aku cuma nggak tega aja liat kamu dijailin terus ma anak-anak. Mungkin kamu akan kelihatan lebih baik dan anggun kalo pake jilbab. Hheehee...!!’ jawab Fachrul sambil nyengir.
Faiza cuma tersenyum kecut. Entah itu pernyataan sindiran atau pujian. Yang jelas kali ini Faiza tiak bisa membedakannya dan tak akan menanggapinya lebih jauh. Hari ini dia sedang bad mood. Karena sekarang yang ada di otak Faiza adalah perasaan bingung. Bingung karena tadi malam baru saja orangtuanya mengatakan bahwa dirinya tidak bisa melanjutkan sekolah ke SMA. Hal ini dikarenakan becak yang digunakan ayahnya untuk mencari nafkah mesti dijual untuk melunasi hutang keluarganya. Sedangkan penghasilan ibunya sebagai buruh cuci belum tidak akan cukup untuk membiayai sekolahnya kelak.
Perasaan sedih, bingung, takut, kecewa berkecamuk jadi satu dalam ubun-ubun Faiza. Rasanya ia ingin sekali teriak dan ngelampiasin semua beban dalam dadanya. Apalagi sebulan lagi UAN. Faiza takut dia tidak konsentrasi dalam mengerjakan soal-soal UAN. Namun bagaimanapun juga, Faiza masih punya tekad yang kuat untuk bisa menjadi lulusan terbaik. Faiza tak ingin mengecewakan kedua orangtuanya. Faiza harus fokus.
Dua bulan kemudian. UAN SMP telah usai. Hari ini adalah pengumuman hasil UAN, penentuan lulus tidaknya siswa-siswi SMPN 105 Semarang. Hati Faiza rasanya tak karuan, ditambah lagi karena kepikunannya. Yang seharusnya pada momen penting ini seluruh siswa diwajibkan memakai seragam OSIS lengkap, tetapi Faiza malah memakai seragam pramuka sendiri. Sekarang dia sedang menjadi Resort Center dalam acara ini. Malu, batinnya.
Jantung Faiza berdegup makin kencang ketika kepala sekolah membacakan tiga orang nama siswa yang katanya tidak lulus dalam ujian. Saat nama kedua dibacakan, seolah kaki Faiza tak bisa digerakkan dan sudah tak kuat untuk menopang berat badannya. Kaku. Faiza shock. Dia tidak lulus. Akhirnya ketiga orang tadi diminta untuk maju ke atas panggung, termasuk Faiza. Lengkap sudah penderitaan Faiza.Malu karena salah kostum dan ditambah lagi dia mesti menelan kenyataan bahwa dia tiak lulus ujian. Apalagi dia satu-satunya siswi yang tidak lulus, sedangkan dua orang lainnya adalah siswa.
Orangtua dari siswa yang tidak lulus juga diminta untuk maju ke atas panggung untuk menerima motivation of mentality dari Kepsek. Yang pertama kali disalami pak Kepsek adalah ibu Faiza. Faiza hanya tertunduk malu.
”Selamat Bu..! putri anda menjadi lulusan terbaik kedua!”kata Pak Kepsek.
Sungguh ironi. Tipuan yang menyebalkan,pikir Faiza. Lalu Pak Kepsek menyerahkan piagam penghargaan bertuliskan” SELAMAT ANDA LULUS sebagai LULUSAN TERBAIK KE-2”. Faiza tak bisa mengungkapkan rasa syukurnya dengan kata-kata. Ternyata dia benar-benar lulus dengan nilai yang cukup memuaskan. Kebanggaan tersendiri bagi Faiza. Faiza senang ibunya bisa maju ke atas panggung menerima penghargaan untuknya. Baru kali ini Faiza menyaksikan ibunya begitu bangga pada dirinya.
Namun Faiza bingung antara rasa senang atau sedih untuk mengekspresikan hal itu. Senang karena dia lulus dengan nilai memuaskan atau sedih karena meratapi dirinya yang tidak bisa melanjutkan sekolah ke SMA. Dia merasa telah tervonis bahwa ” Orang miskin di Larang Sekolah”. Dan kini dia hanya bisa pasrah pada nasib.
Sabtu, 28 Juni 2006. Hari pengambilan ijazah. Sengaja Faiza datang lebih awal dan langsung pulang. Itu semua dilakukannya karena ia ingin menghindar dari teman-temannya yang pasti akan menanyakan kemana ia akan melanjutkan sekolah. Saat perjalanan pulang, ketika melewat SD nya dulu, SDN Haluan Bangsa 05, dia berhenti sejenak lalu tersenyum. Dia teringat masa-masa kecilnya dulu dengan teman-temannya. Masa kecil yang menyenangkan dan tanpa beban. Berbaur dengan teman-teman yang nakal tapi baik. Betapa indahnya masa sekolah. Tapi sekarang Faiza mesti menelan harapannya itu mentah-mentah. Menghindar dari mimpi-mimpinya. Sekarang Faiza tidak akan merasakan masa-masa itu lagi. Asa yang terpupus.
Tiba-tiba ada seseorang yang menepuk bahu Faiza.
”Faiza, apa kabar nak?” tanya orang itu. Suara itu tampak tak asing lagi baginya. Sontak Faiza pun menoleh
”Eh Pak Paul, ngagetin aja. Alhamdulillah baik pak. Lantas Bapak sendiri gimana? Masih sehat kan Pak?”
”Walah...kamu nggak lihat nih. Bapak fresh gini kok! Hehe... .
Eh ngomong-ngomong kamu mau nglanjutin sekolah kemana nak?”
Faiza hanya diam dan geleng-geleng kepala lalu tersenyum.
“ Maksud kamu, Nak?”tanya Pak Paulus bingung.
”Faiza nggak bisa nglanjutin sekolah, Pak! Bapak Iza udah nggak kerja!” tegasnya.
Lalu Faiza menceritakan semua keluh kesahnya itu pada Pak Pulus. Pak Paulus adalah satu dari 46 guru SD Faiza. Pak Paulus yang juga seorang pastur itu adalah guru terbaik bagi Faiza. Meskipun agamanya katholik tapi beliau adalah guru yang care pada muridnya. Pak Paulus selalu membantu Faiza mencarikan beasiswa untuk membayar SPP Faiza. Beliau pula guru yang selalu mentraktir murid-muridnya yang masuk rangking 5 besar dalam kelas saat penerimaan rapor. Dan Faiza selalu dapat jatah traktiran itu. Faiza memang tergolong siswa yang berprestasi. Saat kelulusan SD pun dia berhasil menggondol predikat sebagai lulusan terbaik pertama.
Hal itu membuat prihatin Pak Paulus. Beliau merasa kasihan pada Faiza, kenapa anak sepintar dan selincah Faiza mesti berhenti sekolah. Dan kenapa pula selalu faktor ekonomi yang melatarbelakanginya. Naluri Pak Paulus seakan berontak, hal ini tidak boleh terjadi.
” Kamu nggak usah khawatir, Nak! Gimana kalo kamu sekolah di SMA Ambalan Yesu. Bapak Cuma bisa nawarin sekolah itu karena Pak Paul kan juga ngajar di situ. Mungkin ntar bisa minta keringanan atau dispensasi administratif. Dan juga berangkatnya ntar bisa bareng sama Bapak naik vespa butut ini. Kan jadi kamu nggak usah minta ongkos orangtuamu. Gimana?”
”Ehm, bukan masalah butut atau nggaknya vespa Bapak! Tapi yang jadi pertanyaannya sekarang, bukannya SMA Ambalan Yesu itu sekolah nasrani ya, Pak? Banyak orang kristen dan katholiknya? Kan saya muslim pak?”tanya Faiza kaget.
” Yaaacch...Bapak nggak punya pilihan lain, Za. Gaji Bapak kan nggak seberapa. Bapak juga mesti membiayai sekolah keponakan-keponakan Bapak yang tinggal di gereja!” jelas Pak Paulus.
Faiza bingung dengan tawaran Pak Paulus. Dilema. Antara menerima tau menolak. Jika Faiza menerima tawaran itu, pasti ia akan berbaur dengan semua orang-orang nasrani itu dan cepat atau lambat, dia mesti bisa beradaptasi dengan orang-orang yang kaya itu. Sekolah nasrani, nama itu seakan terasa asing ditelinganya. Faiza takut kalau kelak dia bakal jadi nasrani. Entah kristen ataupun katholik. Faiza tak ingin berpindah agama. Faiza takut menjadi murtad. Faiza tak ingin mengkhianati Islam. Apalgi harus mengkhianati Tuhan dan Rasulnya. Sebab meskipun gaya Faiza tomboy tetapi dia tetap adalah muslimah yang taat beribadah. Padahal SMA nanti dia sudah berjanji pada dirinya sendiri untuk berubah. Berjanji akan mengenakan jilbab karena Allah Ta’ala. Dan janji tersebut wajib ditepatinya. Namun, jika Faiza enolak tawaran itu, berarti dia sama dengan memutus harapannya sendiri, mimpinya untuk terus berekolah. Dia ingin orangtuanya kelak bangga melihat Faiza sukses karena prestasinya.
Tapi bagaimanapun jua, Faiza tak bisa menerima tawaran itu mentah-mentah. Sekalipun sekolah yang ditawarkan kepadanya itu adalah sekolah SMA Ambalan Yesu. Sekolah yang cukup ternama di kotanya. Sekolah yang siswa-siswinya mempunyai otak yang berkualitas. Tentu harganya pun juga berkuantitas. Penuh persaingan. Tapi ia mesti berpikr matang-matamg untuk memutuskan hal bijak yang akan menentukan nasibnya kelak.
”Gimana Za, kamu mau nerima tawaran Pak Paul to? Yang penting kan kamu masih bisa nglanjutin sekolah. Tenang aja, Bapak nggak akan nyuruh kamu pindah agama kok. Bapak kan tulus bantu kamu!” jelas beliau.
”Ehhmm, InsyaAllah ya Pak! Tapi Iza mesti diskusi dulu sama ortu! Makasih sebelumnya!” jawab Faiza.
Setelah berpamitan dengan gurunya itu, lalu Faiza ergegas pulang. Sesampainya di rumah, iia menyampaikan maksud baik gurunya tadi kepada ayah dan ibunya. Faiza bertanya kepada ayahnya, bagaimana kalo sebaiknya ia menolak saja tawaran gurunya tadi karena Faiza tak bisa membayangkan betapa sulitnya beradaptasi dengan orang-orang yang semuanya beda kepercayaan dengannya. Tapi respon ayahnya justru muntab.
” Bodoh banget kamu, Za!! Apa bedanya Islam dengan Nasrani? Semua agama itu sama saja, Cuma pengaplikasiannya saja yang berbeda. Kalo kamu sukses yang seneng kan kamu sendiri. Bapak dan Ibu kan pastinya juga seneng lihat anaknya sukses. Apa kamu nggak suka lihat Bapak, Ibumu ini seneng?” bentak ayahnya.
”Bukan gitu Pak maksud Iza! Tapi Islam kan memang agama yang benar menurut Iza, agama yang rahmatan lil’alamin. Yang di rahmati Allah. Rahmat bagi semesta alam!”bela Faiza.
” Kamu anak kecil tau apa soal agama. Rahmat apaan ?? kalo memang Islam agama yang Rahmatan lil’alamin, kenapa dari dulu kita nggak kaya-kaya? Malah tambah mlarat!”tegas ayahnya.Percuma meladeni ayah yang sok tau soal agama, batin Faiza.
Keesokan harinya Faiza berkunjung ke rumah Pak Paulus untuk menyatakan merima tawaran sekolah di SMA Ambalan Yesu. Semua berkas untuk pendaftaran diserahkannya kepada pastur itu.
Senin, 16 Juli 2006, hari pertama Faiza masuk SMA. Hari ini hari pertamanya pula dia mengenakan jilbab. Sepertinya cepat sekali waktu berputar. Rasanya baru kemarin Faiza jadi anak kelas satu SD. Rok merah yang dulu dikenakannya kini telah luntur jadi abu-abu. Sementara itu di luar rumah Faiza, Pak Guru Paul sudah menunggu sejak 10 menit yang lalu. Buru-buru Faiza keluar untuk berangkat bersama gurunya ke sekolah barunya. Setelah melihat penampilan baru Faiza, tiba-tiba ekspresi wajah Pak Paul nampak kaget.
”Kamu yakin Za, mau ke sekolah dengan seragam kayak gitu?” kata beliau ragu.
”Yakin, Pak. Karena ini sudah menjadi nazar saya. Jadi apapun yang terjadi saya tetap akan merealisasikannya”, jawab Faiza seraya mengangguk.
Pak guru hanya tersenyum simpul. Lalu merek segera berangkat. Setelah memasuki area sekolah, lagi-lagi Faiza menjadi Resort Center. Semua mata menoleh ke arah muslimah itu. Sementara itu, di depan ruang kelas Faiza yang baru, nampak Pak Guru Paul sedang bersitegang dengan Kepala SMA Ambalan Yesu. Pak guru Paul berusaha meyakinkan Kepsek itu bahwa penampilan Faiza tak akan mengganggu berjalannya proses KBM. Setelah cukup lama mereka adu argumen, akhirnya Pak guru Paul berhasil. Mungkin karena beliau adalah guru yang jujur dan teladan, sehingga cukup di segani oleh semua orang, termasuk Kepsek SMA Ambalan Yesu sendiri .
Suasana kelas Faiza selalu gaduh. Namun anehnya, di tengah kegaduhan itu, Faiza justru merasa kesepian. Lima bulan sudah Faiza sekolah di situ. Tapi tak stu orang pun yang mau berteman dengannya. Faiza yang dulu lincah kini telah menjadi Faiza si pendiam.
Hari ini Kamis, 4 November 2009. Ada lembaga dari AFS Shcool myang datang ke sekolah Faiza untuk melakukan seleksi pertukaaran pelajar ke Perancis. Semua siswa nampak antusias mengerjakan soal-soal yang diberikan. Tak terkecuali Faiza. Mereka saling berlomba-lomba agar lolos dalam seleksi itu. Seusai itu, sekolah melanjutkan KBM. Namun saat itu pelajaran jam terakhir, guru yang seharusnya mengajar di kelas Faiza tidak ada. Maka siswa hanya disuruh untuk belajar sendiri. Tapi faktanya, mereka tidak belajar tapi malah berkumpul, ngegenk, lalu ngrumpi, kecuali Faiza. Dia memang belum mempunyai teman. Tiba-tiba Stefanusdatang dengan membawa selembar kertas selebaran.
Si pembuat gaduh, pikir Faiza. Sontak, semua teman-teman mengerubungi Stefanus. Salah seorang di antara mereka membacakan isi dari selebaran itu seraya menatap sisnis pada muslimah itu. Seakan Faiza itu adalah penjahat. Yang membuat hati Faiza ngilu adalah bukan pada tatapan sinis teman-temannya tetepi pada isi selebaran itu. Dalam selebaran itu tertulis, seorang pendeta Lutheran membakar diri di kota Erfurt Jerman dalam rangka memperingatkan adanya BAHAYA ISLAMISASI di Eropa. Ditambah lagi komentar-komentar teman-temannya yang mengatakan bahwa muslim itu teroris, muslim itu kesetanan dengan impiannya menguasai dunia, mulim itu hobby nya membakar gereja, pura, kelenteng, bom sana, bom sini. Mereka menganggap orang Islam yang jihad itu sinting karena mengorbankan nyawa orang lain. Sedangkan pendeta itu dalam rangka memprotes adanya BAHAYA ISLAMISASI di Eropa, setidaknya tidak merusak atau membunuh orang lain tetapi justru membakar dirinya sendiri. Sangat bertolak belakang sekali dengan Islam.
Rasanya batin Faiza berontak. Lalu dengan segenap pengetahuannya, Faiza berusaha menegaskan kepada teman-temannya bahwa Islam itu tidak sama dengan teroris. Dan para teroris itu sebenarnya adalah orang yang berpaham ekstrim, yang tidak memahami ayat Allah. Mereka itu adalah oarang-orang orientalis yang menjadi muslim hanya untuk menghancurkan Islam. Namun apa daya. Satu banding tiga puluh sembilan. Tentu saja Faiza kalah telak.
Panjang lebar Faiza mendebat pandangan keliru teman-temannya, tiba-tiba salah seorang teman Faiza malah nyeletuk.
”Jangan-jangan Pak Paulus ntar bakar diri juga gara-gara stress liat Faiza nggak murtad-murtad. Ahahaha...”.Spontan semua teman-teman Faiza tertawa terbahak-bahak.
Sabtu, 16 Desember 2006. Hari pengumuman seleksi pertukaran pelajar. Faiza tak menyangka dirinya akan lolos dalam seleksi itu. Tak henti-hentinya dia berucap syukur kepada Allah SWT. Dia berhasil sekolah ke luar negeri. Itu cita-citanya sedari kecil. Dia berharap teman-temannya di Perancis kelak tak sama dengan teman-temannya di SMA Ambalan Yesu. Faiza berharap bisa bertemu dengan sesama muslim di Eropa. Dia ingin buktikan kepada dunia bahwa Islam tidak seekstrim yang mereka pikir. Faiza juga ingin katakan kepada kedua orangtuanya, ” Pak, Bu... Iza berhasil!!”.
Berhasil menjadi muslimah yang baik sekaligus muslim yang berprestasi.

TAMAT

Tidak ada komentar:

Posting Komentar